Langsung ke konten utama

Banjir, Debit Air, dan Solusi Kelangkaan Air Bersih Akibat Hujan

Banjir yang akan saya bahas disini adalah banjir air hujan dari langit. Jadi nanti kalau saya menyebut kata banjir lagi, yang dimaksud disitu adalah banjir air hujan, bukan banjir bandang karena bendungan jebol maupun banjir karena sebab lain diluar air hujan dari langit. Maksudnya saya jelaskan seperti ini agar nanti saya tidak perlu menulis "banjir air hujan dari langit" tapi saya cukup menulis "hujan" saja my friends bisa sepaham dengan banjir yang saya maksud.

Sebenarnya saya sudah lama ingin menuliskan tentang ini. Sejak dulu saya masih kuliah. Sampai akhirnya kesampaian waktu ikutan PKM GT dan alhamdulillah dapat insentif dari Dikti di tahun 2013. Sekarang saya ingin menuliskannya lagi di blog, karena pembaca PKM GT saya kan sangat terbatas, hanya teman satu tim, dosen pembimbing, dan reviewer dari Dikti. Sayang kan, padahal kalau dibaca lebih banyak orang lagi, bisa lebih bermanfaat.


Ilustrasi: https://www.flickr.com/photos/jonathanvlarocca/413595765/
Jadi, banjir itu kan terjadi karena jumlah debit air yang berlebihan yang menggenang di suatu lokasi. Penyebab utamanya adalah debit air yang berlebihan. Jadi solusinya adalah mengurangi debit air hujan yang berpotensi untuk menggenang dalam beberapa waktu, bisa hitungan menit, jam, maupun hari, yang parah bisa sampai hitungan pekan.

Selama ini, kita kebanyakan fokus pada solusi bagaimana agar air hujan yang turun tealirkan dengan baik di tanah dan jalanan. Padahal air hujan sendiri adalah air yang suci dan mensucikan. Turun dari langit, bersih tentunya (yang dari langit langsung ya, bukan curahan dari genteng, hehe). Bisa menjadi sumber penghidupan. Mengapa kita tidak mulai untuk tidak hanya fokus bagaimana mengalirkan air hujan yang turun lalu mengalir diatas tanah dan jalanan tapi juga bagaimana agar air hujan ini kita manfaatkan secara maksimal, tidak hanya dibuang secara efektif dan efisien.

Bukan hanya dimanfaatkan agar tanaman dan pepohonan tumbuh subur, tapi juga kita yang tumbuh subur, hehe. Kita kurangi debit air hujan dengan cara menampung air hujan sebanyak yang kita bisa. Kita gunakan air yang turun langsung dari langit ini, yang suci dan mensucikan ini sebagai salah satu sumber air bersih kita, sumber penghidupan kita. Sehingga tidak hanya tanaman dan pepohonan sekitar kita saja yang subur, tapi kita semua sebagai manusia juga ikut subur.

Jika setiap dari kita memiliki tandon-tandon air bersih kita di rumah juga menerima air hujan atau bahkan menyiapkan tandon tambahan untuk menampung air hujan, tentu bisa cukup efektif dalam mengurangi debit air hujan yang berpotensi menggenang diatas tanah, halaman, bangunan, dan jalanan. Sayang kan kalau air bersih yang turun dari langit langsung terbuang-buang begitu saja dan malah berpotensi menjadi sumber penyakit dan melumpuhkan kehidupan normal dalam beberapa waktu karena menggenang dalam beberapa saat.

Menjadi ironi ketika air hujan yang turun dari langit, suci mensucikan justru menyebabkan kelangkaan air bersih karena mati listrik atau sumber air utama seperti sumur terendam banjir. Yap, tidak hanya didaerah banjir, hujan deras disertai angin kencang juga bisa menyebabkan tiang listrik roboh atau gangguan listrik lainnya yang menyebabkan sanyo di rumah tidak bisa mengangkat air sumur di rumah kita ke atas tandon air bersih kita semua. Ironi sekali kan, di sekeliling kita air bersih, suci mensucikan, terus menerus turun dari langit tapi kita sendiri di dalam rumah mengalami kelangkaan air bersih. Kenapa tidak ditampung saja?

Solusi menampung air hujan sebanyak mungkin yang kita bisa ini bisa berlaku di daerah dengan potensi banjir tinggi tentu saja bisa maksimal jika dibarengi dengan konstruksi bangunan yang kuat. Tanpa konstruksi bangunan yang kuat, bangunan atau tower yang jadi tempat tandon air hujan bisa ikut hanyut ketika arus banjir cukup deras. Bisa menjadi catatan jika kita yang tinggal di daerah banjir ingin membuat bangunan baru, tower air baru, atau merenovasi bangunan.

Oh iya solusi ini cocok sekali kalau diterapkan oleh semua bangunan milik instansi pemerintah, BUMN, serta instansi2 swasta besar di Indonesia. Saya kira bangunan milik mereka pasti memiliki konstruksi yang lebih kuat dibanding milik rakyat jelata seperti saya, hehe. Selain tentu saja bangunan milik mereka lebih besar, jadi bisa lebih banyak menampung air hujan.

Tandon air hujan bisa kita buat buka tutup manual setiap hujan deras, bisa juga kita bikin teknologi khusus yang otomatis. Power yang kuat dari hujan deras bisa dimanfaatkan untuk memencet tombol secara otomatis yang bisa membuka pintu tandon air secara otomatis. Saklarnya bisa berupa wadah kecil yang akan ON jika hujan turun cukup deras, karena air yang tertampung dalam saklar berupa wadah kecil tersebut penuh. Nantinya pintu tandon air bisa menutup secara otomatis kembali ketika air di dalam wadah mulai surut, tandanya hujan deras sudah berakhir. Jadi wadah kecil yang berfungsi sebagai tenaga pemencet tombol buka tutup pintu tandon air ini mempunyai beberapa lubang kecil dibawahnya, berfungsi untuk penanda hujan masih deras atau sudah mulai mereda.

Demikian pemaparan saya mengenai banjir, debit air, dan solusi kelangkaan air bersih ketika hujan deras. Semoga bermanfaat untuk my friends sekalian :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Saya Cocoknya Jadi Apa?

Setelah setahun lebih tidak pernah update di medsos, akhirnya 2 hari yang lalu @motivatweet kembali muncul di IG. Postingan keduanya di IG berhasil menarik jari-jari saya untuk ikut mengirimkan komentar :) Berikut postingannya: Berikut komentar saya: Paling Suka yang Mana? Saya jadi berfikir, apa sebaiknya saya fokus nulis di blog saja? Sebelumnya, akhir Juli lalu waktu saya meet up dengan sahabat saya, dia bilang, "Kamu tuh cocoknya jadi dosen." Membuat saya makin mantap untuk kembali berpikir, sebenernya saya cocoknya jadi apa sih? Kalau dosen sih kok kayaknya enggak 100% saya ya. Apakah ada profesi yang lebih cocok untuk saya dibanding menjadi seorang entrepreneur? Jika memang ada profesi lain yang lebih cocok untuk saya, tentu, start up saya tidak bisa saya tinggalkan begitu saja. Jujur, aslinya jualan online itu serunya minta ampun. Tapi seringkali saya malasnya juga minta ampun, hehe. Saya itu suka banget kalau disuruh bikin rencana, detail per bulan

Curhatan Pertama Saya di Semacam Buku Diary

Aktivitas beres-beres rumah seringkali tidak hanya membuat rumah kita menjadi lebih rapi dan lebih bersih. Apalagi jika kita sekalian bongkar-bongkar kardus yang berisi buku-buku atau kertas-kertas jadul. Terkadang kita menemukan foto atau apalah yang bisa membuat kita tertawa sendiri. Pada suatu ketika, sudah lama sih. Ingin nulis ini juga sudah lama, baru sekarang direalisasikan, hehe. Saya menemukan diary mbak dini, kakak saya yang nomor dua. Dia punya semacam buku diary kecil yang awalnya fungsi utamanya bukan buat diary maupun notes, tapi dipakai untuk mempersilakan teman-temannya mengisi biodata disana. Biasalah biodata yang ada mifa mafa sama pantun satu titik dua koma, wkwkkwk. Saya dulu ikut-ikutan nulis biodata disitu dengan tulisan acak adul saya, maklum masih SD waktu itu. Berikut tulisan biodata saya: Pada beberapa lembar setelahnya juga ada satu halaman yang berisi curhatan saya. Saya lupa tepatnya kapan saya curhat seperti itu, sepertinya ketika saya mas

Aku Didiagnosa Menderita Gangguan Jiwa

                 F31, kek singkatan namaku euy. Feni 3 1 hehe. KZL. Tapi ya gpp. Udah terlanjur. Ya malah aku syukuri, karena gejala bipolar hampir semua bisa mewakili kepribadianku saat ini. Jadi kalau kamu mau tanya kepribadianku kayak gimana kelebihan dan kekuranganku gimana, itu hampir semua ada jawabannya di list gejala bipolar awikwok.                 ODB punya kecenderungan kreatif, sering berlimpah ide-ide, berprestasi dan mempunyai IQ diatas rata-rata. Banyak tokoh terkenal dengan karya fenomenal ternyata adalah ODB, diantaranya adalah Isaac Newton, Vincent Van Gogh, dan Mozart. Mereka bisa menghasilkan masterpiece di saat mereka sedang dalam kondisi mania.                 Jangan-jangan IQ ku 132 karena aku ODB? Hehe. Jadi ODB berperan besar dalam proses bertelurnya karya-karyaku selama ini yang mengantarku kepada berbagai prestasi. Kalau disuruh milih, mau jadi ODB dg IQ tinggi atau jadi manusia normal dengan IQ sekitaran 100-119 aja? Aku juga bakal milih jadi ODB dg IQ t