Langsung ke konten utama

Mendadak Mantap Resign

Akhir Februari lalu, dalam my last speech di depan teman-teman BSI, mereka menanyakan alasan dibalik keputusan saya untuk resign. Gimana ya, untuk hal ini saya lebih mantap jika menjelaskan sedetail yang saya mau. Kalau ke HRD pas mengajukan resign ya bilang singkat ajalah. Lagipula HRDnya waktu itu sedang sibuk, tidak punya banyak waktu. Meskipun sebenarnya saya ngganjel je waktu cuma kasih alasan singkat waktu menghadap HRD, pengennya ya kasih alasan sedetail yang saya mau XD.
Sumber gambar: https://www.flickr.com/photos/adrianos_evangelidis/38777057345/

Pada saat my last speech saya jawab alasannya akan saya tulis di blog ini. Meskipun sekarang pasti sudah tidak ada yang peduli. Karena sudah janji ya harus ditepatilah. Oke sip. Saya puas, saya tenang, hutang janji terbayar.

Jadi cerita unfaedah ini akan saya mulai dari kenapa saya ingin bergabung dengan BSI. Alasannya ada di postingan Mencari Obat Penghilang Rasa Malas. Cari tempat magang sementara selama 2 bulan adalah solusi ketiga yang terlintas di pikiran saya dalam Mencari Obat Penghilang Rasa Malas.

Solusi pertama, mentoring, belum berhasil. Solusi kedua, mencari partner untuk mengelola bisnis, belum dapat tahun kemarin, adanya baru partner pemodal yang hanya bekerja sama sampai tahun kemarin juga. Solusi ketiga adalah magang di tempat orang selama 2 bulan. Setelah badan saya selama 2 bulan terbiasa bekerja setidaknya dari pagi sampai sore, harapan saya setelah magang selesai di rumah badan saya setidaknya setiap senin sampai sabtu langsung auto ngurusin bisnis sendiri minimal 8 jam perhari.

Soalnya sebelum masuk BSI, saya magernya parah banget. Moody banget. Suka mendadak badmood terus kayak orang gila dipojokan kamar yang super duper berantakan. Bentuk saya sendiri juga nggak jelas, haha. Kalau pas lagi kumat magernya, ya bisnis gak dipegang sama sekali. Buka chat aja males. 

Saya pun berpikir, coba aja ya, kalau dari awal mulai bisnis dulu saya selalu meluangkan diri mengurus bisnis sendiri minimal 8 jam perhari dengan jam kerja 5 hari per pekan saja pasti sekarang saya dah beli rumah sendiri, hehe. Saya kan lagi good mood seneng banget bikin rencana dalam rangka menerapkan ilmu-ilmu yang sudah saya dapatkan serta ide-ide yang sudah muncul di kepala. Masih banyak ilmu yang belum saya praktekan, rencana yang sudah ditetapkan, ide-ide yang belum saya realisasikan. Ya gara-gara penyakit moody yang bikin mager parah itu.

Ya itu, susahnya jadi entrepreneur. Gak punya mandor, gak punya atasan. Jadi suka seenaknya sendiri. Males ya males. Bisnis jadi terlantar. Kapan majunya?

Setelah diterima magang, saya menjalaninya dengan senang hati. Karena saya berhasil merealisasikan ide saya untuk membiasakan tubuh bekerja rutin sesuai jam kantor. Apalagi isi BSI hampir semua millenials.

Sebulan pertama di BSI ya ada suka dukanya jelas ya, namanya aja hidup. Masa pengen seneng terus, kalau sedih terus jelas gak pengen. Senangnya, ya disana isinya anak-anak muda, full music, suasananya ceria gitulah. Tidak ada sekat antar meja. Kekeluargaannya terlihatlah. Jadi saya tidak menemui hambatan berarti untuk komunikasi. Ya pakai bahasa biasanya. Kalau sama yang jauh lebih tua kan suka salah pilih kata, salah sikap, dll.

Dukanya, karena BSI saat itu sedang paceklik. Berkali-kali pimpinan presentasi di depan bercerita mengenai kondisi perusahaan yang sedang cukup sulit. Sedangkan dengan status sebagai karyawan magang, oleh kepala penjualan saya hanya diberi kerjaan bawang kotong. Jadi CS yang membawa hp yang kontaknya sudah jenuh. Hp yang kalau saya selesai magang bakal dibuang (maksudnya dimuseumkan).

Oleh karena itu orderan di hp tersebut tidak sebanyak teman2 senior lainnya. Saya sering merasa bersalah ketika ditanya oleh kepala penjualan berhasil closing berapa hari itu tiap sore hari menjelang pulang. Saya merasa dengan magangnya saya disana saya malah menjadi beban. Saya ikut pakai listriknya untuk cash hp saya sendiri, power bank saya sendiri, buka laptop ngurusin bisnis saya sendiri (kalau kerjaan dah beres, atau nunggu loading di hp). Ikut minum air mineral disana. Ikut makan kalau bos atau teman2 yang lain bawa makanan. Ikut pakai air yang mana ikut ngabis-abisin listrik juga. Mejanya tidak jelas dimana. Merasa nyumpek-nyumpeki saja.

Belum lagi saya introvert. Suka iri kalau teman2 CS senior bisa ngobrol asik. Saya selalu gagal membuka obrolan yang asik dengan para CS senior. Gagal jadi teman yang menyenangkan. Sering merasa jadi makhluk kasat mata disana. Apalagi ketika pimpinan dalam kuliah rutinnya bilang, kalau disana itu tidak penting target tercapai atau tidak, yang penting itu melakukan tugas yang diberikan, kecepatan lebih penting dari segalanya, bisa jadi teman yang menyenangkan bagi sesama karyawan lebih penting lagi.

Mereka yang pernah dikeluarkan itu tidak pernah karena target yg tidak tercapai (mungkin asalkan menjalankan tugas yg diberikan kali ya). Mereka yang pernah dikeluarkan itu yang gagal jadi teman yang menyenangkan bagi sesama karyawan. Saya yang merasa masih gagal beradaptasi jadi semakin merasa bersalah.

Meskipun hampir semua personil disana millenials, tetap saja berbeda dengan teman jaman sekolah dan kuliah. Kalau di dunia kerja dimana mayoritas karyawan sudah berusia diatas 40 tahun wajarlah ya kalau mereka berjarak dengan kita. Tapi kalau selisih umur hanya satu digit, tapi terlalu jaga jarak kok rasanya gimana ya. Rasanya pengen balik sekolah lagi. Pengen kuliah lagi. Gini banget ya, rasanya seperti gagal diterima di lingkungan baru.

Di bulan pertama gabung disana saya sempat ditawari untuk kerja jadi karyawan aja. Teman2 disana juga menyarankan mending kerja aja, daripada magang, gak digaji, karyawan digaji. Sama-sama kerja disana, cuma beda digaji dan tidak digaji.

Setelah saya pikir-pikir, leh uga sih. Karena total gaji disana kalau mencapai target bisa 2x UMR, kan saya bisa ambil 1x UMR nya, sisanya saya pakai untuk bayar orang untuk mengurus bisnis saya sendiri. Lagi pula cuma setahun. Jadi saya kerja bisnis saya sendiri tetap jalan dan malah lebih menghasilkan. Karena kalau dipegang orang lain dan SOPnya sudah jadi malah keurus terus bisnisnya. Kalau saya pegang sendiri malah lebih gak jelas karena saya moody.

Selain pertimbangan gaji, saya juga mempertimbangkan bahwa kalau saya jadi karyawan, tidak lagi berstatus magang, saya bakal diberi pekerjaan yang lebih berbobot. Maksudnya tidak dianggap bawang kotong lagi. Diberi pekerjaan yang bisa membantu perusahaan bangkit dari masa paceklik. Rasa bersalah saya kalau saya hanya merasa menjadi beban disana karena cuma jadi bawang kotong bisa hilang.

Waktu ditawarin dulu, saya bilang mau coba magang sebulan dulu, baru bisa kasih jawaban setelah 1 bulan magang disana. Akhirnya waktu itu pun tiba. Saya dulu mulai berangkat magang pertengahan Desember, pertengahan Januari saya ditanya, tetap magang 2 bulan atau kerja disana kontrak 1 tahun. Mantap saya jawab kerja.

Tapi waktu itu saya dipindah, dari penjualan ke bagian marketing, nantinya bakal pegang brand content. Belum mulai mengerjakan brand content saya dipindah lagi, karena kantor baru saja akuisisi konter pos langganan di dekat sana. Saya ditugaskan mencari pelanggan online shop besar untuk konter pos kami, saya pindah meja jadi satu dengan zona tim marcom.

Tugas yang diberikan sudah saya laksanakan, bagaimana cara mencari pelanggan baru via japri, text dan atau telepon. Hasilnya jauh dari target. Ternyata susah, banyak faktornya. Kalau analisis saya lebih ke posisi yang kurang terlihat/strategis, masalah kepercayaan (karena tiba2 japri, konter baru lagi, meskipun sebetulnya hanya pindahan), dan kebanyakan online shop besar sudah memiliki konter pos langganan, tidak enak hati untuk pindah. Sebombastis apapun promonya, seramah apapun sayanya, tetap saja susah sekali mencari online shop besar yang bersedia rutin mengirimkan paket via kami meskipun ada jemput paket gratis.

Saya kembali merasa bersalah. Saya gagal memberikan penambahan pemasukan yang berarti untuk perusahaan disaat perusahaan sedang paceklik. Merasa cara yang sudah dilakukan tampak mentok dan kemungkinan berhasilnya terbukti minim. Saya menawarkan solusi lain. Saya menawarkan cara lain. Tapi cara tersebut tidak disetujui. Sehingga saya sering gabut di Bulan Februari.

Tugas yang membosankan karena sudah terbukti tidak efektif tapi masih harus dipakai. Kalau gabut mau ngurusin bisnis sendiri juga tidak enak, karena dipertengahan Januari kemarin saat status saya mengalami perubahan dari magang (tidak dibayar) ke karyawan beneran saya sudah diminta untuk tidak menjalankan bisnis sendiri di jam kerja. Saya harus fokus bekerja disana. Kalau istirahat atau diluar jam kerja (sebelum jam 8 atau setelah jam 4 sore) saya diperbolehkan untuk mengurusi bisnis sendiri, pakai wifi kantor pun boleh.

Bersambung di postingan yg sama yaaa ~
Maksudnya postingan ini bakal saya update lagi gitu, soalnya belum selesai nulisnya XD.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Saya Cocoknya Jadi Apa?

Setelah setahun lebih tidak pernah update di medsos, akhirnya 2 hari yang lalu @motivatweet kembali muncul di IG. Postingan keduanya di IG berhasil menarik jari-jari saya untuk ikut mengirimkan komentar :) Berikut postingannya: Berikut komentar saya: Paling Suka yang Mana? Saya jadi berfikir, apa sebaiknya saya fokus nulis di blog saja? Sebelumnya, akhir Juli lalu waktu saya meet up dengan sahabat saya, dia bilang, "Kamu tuh cocoknya jadi dosen." Membuat saya makin mantap untuk kembali berpikir, sebenernya saya cocoknya jadi apa sih? Kalau dosen sih kok kayaknya enggak 100% saya ya. Apakah ada profesi yang lebih cocok untuk saya dibanding menjadi seorang entrepreneur? Jika memang ada profesi lain yang lebih cocok untuk saya, tentu, start up saya tidak bisa saya tinggalkan begitu saja. Jujur, aslinya jualan online itu serunya minta ampun. Tapi seringkali saya malasnya juga minta ampun, hehe. Saya itu suka banget kalau disuruh bikin rencana, detail per bulan

Curhatan Pertama Saya di Semacam Buku Diary

Aktivitas beres-beres rumah seringkali tidak hanya membuat rumah kita menjadi lebih rapi dan lebih bersih. Apalagi jika kita sekalian bongkar-bongkar kardus yang berisi buku-buku atau kertas-kertas jadul. Terkadang kita menemukan foto atau apalah yang bisa membuat kita tertawa sendiri. Pada suatu ketika, sudah lama sih. Ingin nulis ini juga sudah lama, baru sekarang direalisasikan, hehe. Saya menemukan diary mbak dini, kakak saya yang nomor dua. Dia punya semacam buku diary kecil yang awalnya fungsi utamanya bukan buat diary maupun notes, tapi dipakai untuk mempersilakan teman-temannya mengisi biodata disana. Biasalah biodata yang ada mifa mafa sama pantun satu titik dua koma, wkwkkwk. Saya dulu ikut-ikutan nulis biodata disitu dengan tulisan acak adul saya, maklum masih SD waktu itu. Berikut tulisan biodata saya: Pada beberapa lembar setelahnya juga ada satu halaman yang berisi curhatan saya. Saya lupa tepatnya kapan saya curhat seperti itu, sepertinya ketika saya mas

Aku Didiagnosa Menderita Gangguan Jiwa

                 F31, kek singkatan namaku euy. Feni 3 1 hehe. KZL. Tapi ya gpp. Udah terlanjur. Ya malah aku syukuri, karena gejala bipolar hampir semua bisa mewakili kepribadianku saat ini. Jadi kalau kamu mau tanya kepribadianku kayak gimana kelebihan dan kekuranganku gimana, itu hampir semua ada jawabannya di list gejala bipolar awikwok.                 ODB punya kecenderungan kreatif, sering berlimpah ide-ide, berprestasi dan mempunyai IQ diatas rata-rata. Banyak tokoh terkenal dengan karya fenomenal ternyata adalah ODB, diantaranya adalah Isaac Newton, Vincent Van Gogh, dan Mozart. Mereka bisa menghasilkan masterpiece di saat mereka sedang dalam kondisi mania.                 Jangan-jangan IQ ku 132 karena aku ODB? Hehe. Jadi ODB berperan besar dalam proses bertelurnya karya-karyaku selama ini yang mengantarku kepada berbagai prestasi. Kalau disuruh milih, mau jadi ODB dg IQ tinggi atau jadi manusia normal dengan IQ sekitaran 100-119 aja? Aku juga bakal milih jadi ODB dg IQ t